MEMBANGUN JEMBATAN HATI
Oleh : Eldi HarpenjoniBeberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan beberapa orang teman dalam satu perjalanan saya di sebuah kota kecil di pinggiran Kalimantan Barat, topik yang kami obrolkan bertema "bagaimana menjadi seorang leader yang baik"
Didepan saya waktu itu hadir, manager cluster sebuah perusahaan penyedia layanan komunikasi, orangnya sangat pendiam, gerakannya kaku, bahkan untuk menatap orang di sekitarnya saja sepertinya dia kesulitan,
diawal obrolan kami, jari-jarinya selalu menari di atas tuts handpone pandangannya tak pernah beranjak lebih dari 10 detik dari monitor handpone, kesannya sibuk, atau bahkan sombong !!.
Selain Manager tersebut hadir juga staff dan supervisor yang terlibat aktif dalam perbincangan, bagaimana megembangkan diri menjadi seorang leader.
Persoalan utama mereka, adalah tidak munculnya spirit kebersamaan, kecendrungan mencari kambing hitam jika target tak tercapai sering kali terjadi bahkan kadang-kadang friksi ini memanas sehingga membuat satu bagian dengan bagian lain tidak lagi saling menyapa...."alah mak kiamat untuk tim ini"
Sepanjang obrolan kami mata saya sekali-kali, mengarah kepada sang manager, tangannya masih tetap sibuk dengan Handpone, mungkin dia merasa sedang berada di tempat lain, kadang dia juga tersenyum tapi saya tidak bisa menebak apakah dia tersenyum mendengar orolan kami, atau dia sedang tersenyum pada sesuatu yang ada di layar handponenya...
setelah mendapatkan bagaimana gambaran team work teman-teman saya ini, saya jadi teringat dongeng tentang seorang raja yang hidup dalam istana yang megah !
Tersebutlah raja karem yang perkasa setelah memenangkan berbagai pertempuran, selama bertahun-tahun kerajaannya telah menjelma menjadi sebuah kerajaan besar, kerajaan - kerajaan kecil taklukannya begitu takut padanya. "Raja karem merupakan seorang yang sangat berkuasa dan berwibawa"
Akhirnya karena merasa sudah tak ada lagi tantangan, Sang Raja akhirnya hidup dalam istana megahnya, dia merasa sudah sukses menggapai semua yang diinginkan, dinding-dinding istana yang begitu tebal memisahkan raja dari rakyatnya..tak seorangpun yang berani mengganggu ketenangan sang Raja.
Setiap kali Perdana mentri ataupun panglima ingin menghadap raja tak pernah punya waktu, karena dia sibuk dengan dunianya sendiri, menikmati kesuksesan , memanjakan diri pada kemewahan , dan menyelimuti dirinya dalam kenangan kesuksesan.
Suau hari dinding-dinding istana bergetar, suara dentuman membahana, langit-langit kamar sang raja yang demikian indah perlahan-lahan berguguran..sang raja terbangun dari tidurnya yang panjang